Sabtu, 21 Mei 2011

Memperoleh Kepercayaan Yang Lebih Besar Melalui Pengembangan Kapasitas Diri

Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. ” Mat 25:20-21

Banyak dari kita yang sudah mengetahui kisah mengenai perumpamaan talenta ini. Ada 3 orang hamba yang dipercayakan harta oleh tuannya. Hamba pertama diberi 5 talenta, yang kedua diberi 2 talenta dan yang ketiga diberi 1 talenta, sesuai dengan kesanggupan/kemampuan mereka masing-masing (Mat 25:15). Ketika hamba pertama dan kedua mengelola dan mengembangkan talenta yang dipercayakan kepada mereka, mereka memperoleh keuntungan darinya. Sehingga ketika tuannya datang menanyakan hasilnya, mereka bisa mempertanggungjawabkannya dan mereka memperoleh kepercayaan yang lebih besar.

Tidak demikian dengan hamba yang ketiga, dia tidak mampu mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya, walaupun itu dalam jumlah yang kecil. Sehingga ketika tuannya datang, apa yang dimiliki oleh hamba itu malah diambil darinya.
*courtesy of PelitaHidup.com
Kapasitas atau kemampuan seseorang akan sangat berpengaruh kepada apa yang akan dipercayakan kepadanya. Sebagai contoh sederhana, tidak mungkin seorang anak SD diberi kepercayaan untuk mengendarai sebuah mobil. Anak tersebut harus mempunyai umur yang cukup dan mengikuti ujian mengemudi terlebih dahulu agar bisa dipercaya untuk mengendarai sebuah mobil. Dan tentunya itu semua membutuhkan proses dan waktu. Hal ini berlaku dalam setiap aspek kehidupan umat percaya, baik dalam keluarga, studi, pekerjaan, keuangan, karir, bisnis, pelayanan dan lainnya.

Oleh karena itu, apa yang harus dilakukan agar bisa mengembangkan kapasitas diri hingga memperoleh kepercayaan yang lebih besar lagi?

1. Bertindak Dengan Iman

Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta.” Mat 25:16-17

Langkah iman sangat diperlukan agar kapasitas diri kita bisa berkembang. Hanya dengan bertindak maka kita bisa mempelajari sesuatu yang baru. Ketakutan akan kegagalan merupakan cara iblis untuk menghalangi diri kita untuk menuju kepada keberhasilan. Sama dengan hamba yang ketiga yang hanya menyembunyikan talentanya dan menganggap tuannya jahat. Pikiran negatif tidak akan membantu kita untuk dapat mulai bertindak melakukan pekerjaan kita.

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan (Ibr 11:1), dan tentunya kita mengharapkan hal yang positif terjadi dalam kehidupan kita. Bertindak dengan iman adalah melangkah maju dengan pikiran positif, yakin bahwa Tuhan pasti menyertai langkah kita. Singkirkan segala pikiran negatif, ketakutan, kekuatiran dan segalanya yang menjadi penyebab kita tidak bisa melangkah.

.

2. Setia Dalam Perkara Kecil

“…engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar…” Mat 25:21

Setiap hal yang besar akan datang dari hal yang kecil. Ketika kita setia dalam perkara yang kecil, yang mungkin tidak berarti di mata manusia, maka kita sedang memperkuat kapasitas diri kita untuk dapat dipercaya mengemban tugas dan tanggung jawab yang lebih besar lagi.
*courtesy of PelitaHidup.com
Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya bagi kita. Yang jadi masalah adalah: apakah kita cukup setia dengan apa yang saat ini Tuhan percayakan kepada kita? Jangan anggap remeh dengan apa yang kita jalani saat ini. Jangan mengeluh atas apa yang terjadi kepada kita saat ini. Tetapi bersyukur dan jalanilah apa yang kita punya saat ini. Tuhan akan memberikan hal yang lebih besar lagi ketika Dia melihat bahwa kita benar-benar setia mengerjakan apa yang kita miliki saat ini. Segala sesuatu yang kita kerjakan berulang-ulang akan membuat diri kita mahir di dalamnya. Dan ketika kita mahir dalam perkara kecil, maka di saat itulah kita siap untuk perkara yang lebih besar lagi.

.

3. Tunggu Waktu Tuhan

Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.” Mat 25:19
*courtesy of PelitaHidup.com
Dari ayat di atas diceritakan tentang kedatangan sang tuan pemilik harta, untuk mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Si tuan datang untuk meminta pertanggungjawaban dari harta yang dipercayakan kepada hamba-hambanya. Dan upah, yaitu kepercayaan yang lebih besar lagi, diberikan oleh sang tuan kepada hamba yang mengerjakan tugasnya dengan setia.

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.” Pkh 3:1

Pada waktunya Tuhan akan melihat apakah kita cukup setia melakukan apa yang telah dipercayakan kepada kita saat ini. Kita tidak pernah tahu kapan waktunya Tuhan. Tetapi ketika waktu Tuhan terjadi dalam hidup kita, maka Dia akan memberikan kepercayaan yang lebih besar lagi bagi kita.
*courtesy of PelitaHidup.com
Nantikan uluran tangan Tuhan. Jangan menyerah dengan keadaan kita saat ini karena Tuhan sedang melihat apakah kita cukup sabar menanti waktuNya. Kesabaran akan membuat kapasitas diri kita meningkat.

Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” Ams 16:32

Promosi bukanlah hasil kerja keras kita semata, tetapi datang dari Tuhan. Ketika Dia melihat bahwa kita cukup dipercaya, maka kita akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Tidak akan ada yang dapat menghalangi ketika waktu Tuhan datang bagi kita.

.

Bertindaklah dengan iman, setia dalam perkara kecil dan tunggu waktunya Tuhan, maka kita sedang mengembangkan kapasitas diri kita untuk menerima kepercayaan yang lebih besar lagi dari Tuhan.

Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” Luk 16:10

Sumber.>>>>>>>
http://www.pelitahidup.com/2009/04/29/memperoleh-kepercayaan-yang-lebih-besar-melalui-pengembangan-kapasitas-diri

Jumat, 06 Mei 2011

Apa yang Alkitab ajarkan tentang aborsi?

Pro-life atau pro-choice?
Secara alkitabiah, kehidupan diawali dengan pembuahan. Raja Daud berkata bahwa dia sudah berdosa sejak di dalam kandungan ibunya (Maz 51:5). Oleh karena itu, dia sudah menjadi manusia sejak dibuahi, hanya menjadi seseorang yang memiliki dosa warisan.
Banyak ayat yang mengutarakan tentang janin sebagai anak-anak atau manusia. Pada saat seorang wanita mengandung, wanita tersebut sudah “bersama dengan anaknya.” Seringkali Allah berhubungan akrab dengan sang bayi (janin). (Lihat: Maz 119:73; 139:13-16; Yeremia 1:5; Ayub 10:8-12; 31:13-15; Kejadian 25:22; Hosea 12:2-3; Matius 1:18-20; dll). Bahkan Allah seringkali telah menyiapkan mereka untuk panggilan khusus (Rom. 9:11; Hak. 13:3-5; Yer. 1:5; Gal. 1:15).
Pada saat di dalam kandungan, Yohanes Pembaptis memberi respon atas kedatangan Yesus, yang baru saja dikandung dalam rahim Maria (Luk 1:39-44).

Kapan Yesus Kristus meninggalkan Surga, turun ke Bumi dan menjadi manusia (Yoh 1:14)? Alkitab dan doktrin jelas sekali mengutarakan bahwa saat itu adalah pada saat Dia dikandung dalam kandungan Maria oleh Roh Kudus.
Banyak orang, termasuk umat Kristiani secara menyedihkan, mengira bahwa aborsi itu adalah suatu permasalahan yang sulit dan sangat kontroversi. Kenyataannya, tidak ada yang sulit atau kontroversi sama sekali—asalkan kita mengijinkan Alkitab untuk mengajari kita, dan tidak menghakimi ide-ide yang di ajukan oleh orang-orang yang melakukan kesalahan atas sebenarnya.Terdapat dua masalah utama untuk dipertimbangkan:
  1. Apakah bayi yang belum lahir ('janin') adalah manusia?
  2. Jika ya, pernahkah pembunuhan bayi yang belum lahir diterima?
Temukan jawaban dari kedua pertanyaan tersebut dalam Alkitab, dalam buku Kejadian.
“…sehingga Ribka istrinya (Ishak) itu mengandung. Dan anak-anaknya bertolak-tolakan didalam rahimnya…” (Kejadian 25:21-22).
Harap diperhatikan bahwa kedua anak kembar Ribka yang ada dalam kandungan, Yakub dan Esau, dikatakan sebagai “anak-anak manusia” (dalam bahasa Ibrani kata yang digunakan adalah, banim, sebagai bentuk jamak dari ben), yang pada umumnya berarti anak-anak sesudah dilahirkan, dan seringkali memiliki arti khusus “anak dari.”
Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani, brephos, menunjuk kepada Yohanes Pembaptis yang belum dilahirkan, yang “melonjak dalam kandungannya [Elizabeth]” karena kehadian Kristus yang masih dalam kandungan (Luk 1:41-44).
Bayi yang belum lahir bukanlah segumpal tissue yang mudah hancur, seperti pernyataan banyak dari mereka yang pro-aborsi. Dan bayi-bayi tersebut adalah selalu manusia dimulai dari sejak pembuahan, karena semua yang dibutuhkan untuk pengkodean DNA untuk membangun masing-masing bentuk phisik individu tempatnya adalah pada saat kehamilan.
Sama sekali salah jika dikatakan bahwa pembentukan manusia adalah melalui tahapan ikan atau reptil, meskipun beberapa pernyataan evolusi yang tidak benar diungkapkan dengan gamblang.
Lihat:
  • Apakah janin manusia untuk sementara waktu membentuk insang, ekor, dan kantung kuning telur? Jawaban
  • Fraud Rediscovered, Creation, Volume 20, No. 2 (Maret 1998), pp. 49-51 - kenyataan yang mengejutkan, dengan dokumentasi photographi, tentang kebohongan yang dibuat yang diajukan kepada masyarakat bahwa janin manusia mengikhitisarkan nenek moyang binatang.
  • Apakah benar terkadang manusia lahir dengan insang? Jawaban
Tidak, Alkitab, didukung oleh ilmu pengetahuan, mengajarkan bahwa bayi yang belum lahir adalah anak manusia (lihat juga dalam Maz 139:13-16, Yeremia 1:5).

Apakah secara Alkitab dapat diterima pembunuhan terhadap manusia yang belum lahir?

Permasalahan ini juga dijawab dalam Kitab Kejadian. Kejadian 1:26-29 dan 2:7-23 membuatnya jelas bahwa manusia diciptakan berbeda dari binatan, diciptakan dalam gambar Allah. Dalam Kejadian 3 kita baca bagaimana gambar ini telah dirusak oleh dosa oleh manusia pertama, Adam dan Hawa. Hanya satu generasi selanjutnya, Kain melakukan pembunuhan, pertama, suatu kehancuran atas gambar ini, sekaligus juga suatu penghinaan yang memalukan terhadap Allah. Tindakan kekerasan (dan kejahatan lainnya) menyebar ke seluruh bumi, sehingga Allah membinasakan semua manusia dengan air bah yang terjadi di seluruh permukaan bumi kecuali mereka yang didalam bahtera (Kejadian 6-8).
Tepat dalam banyak ayat, pembunuhan—merupakan suatu tindakan yang mematikan orang tak bersalah dengan sengaja—menunjuk kepada suatu dosa yang mengerikan (Keluaran 20:13, Matius 19:18, Roman 13:9). Aborsi adalah tindakan yang mematikan orang yang tak bersalah, itu bukanlah suatu hal yang lebih rendah dari pembunuhan. Jadi semua “kasus-kasus berat” yang biasa di ajukan oleh mereka yang pro-aborsi, seperti. “agaimana jika seorang wanita di perkosa?,” “Bagaimana jika anak tersebut cacat?,” “Bagaimana jika si Ibu tidak mampu memelihara anak itu?” adalah sangat tidak relevan.
Kita seharusnya ingat dalam Yehezkiel 18:20, yang mana terlarang bagi seorang anak untuk menanggung kesalahannya ayahnya. Hal ini berarti sekalipun ada kasus-kasus kehamilan yang tragis disebabkan karena perzinahan atau pemerkosaan tidak ada pembenaran untuk membunuh anak yang tidak bersalah dalam kandungan.
Penulis: Jonathan Sarfati, Creation Ministries International.

Bapa segala dusta

Yesus berkata tentang Iblis, “Ia adalah pembunuh sejak semula… apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta” (Yoh 8:44). Bukan suatu kebetulan Yesus berkata tentang setan adalah pembunuh dan pendusta dalam satu kata. Kebohongan adalah roda yang memutar segala bencana. untuk menarik pembunuh-pembunuhnya, Iblis mengatakan kebohongan. Dia begitu fasih, sangat meyakinkan dalam kebohongannya, dan kita begitu mudah tertipu, yang mengakibatkan kita jatuh pada rencananya (2 Korintus 2:11). Dia menyamar sebagai malaikat terang (2 Korintus 11:14), menyebut benar salah, membuat kita berpikir—sebagaimana yang dilakukan oleh para prochoice—bahwa mereka telah mengambil suatu dasar moral yang tinggi bahkan ketika sesuatu itu sebenarnya tidak bermoral.
Jika beberapa mereka yang prochoice berargumentasi dalam sekejab mampu memudarkan kebenaran yang kita ketahui adalah benar, sadari bahwa hal tersebut adalah karena setan berada di belakang gerakan prochoice yang sangat meyakinkan . Dia sangat fasih dalam bahasa kebohongan dengan menggunakan budaya, pendidikan dan media yang berlaku untuk menarik kita menjauh dari pemikiran Allah tentang anak-anak dan aborsi. [Randy Alcorn, Prolife Answers to Prochoice Arguments (Sisters, Oregon: Multnomah Publishers, 2000), p. 296.]

Pada hakekatnya manusia berharga karena nenek moyang kita, Adam dan Hawa, telah di ciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:27).
Alkitab sangat melarang pembunuhan manusia (Ul. 19:10). “Jangan membunuh” (Keluaran 20:13, NKJV; Kejadian 9:5).
Secara Alkitabiah dan sejarah, dapat dipastikan bahwa bangsa Israel mengetahui bahwa walaupun masih berupa janin itu sudah menjadi anak (manusia).
Dalam Perjanjian Lama, seorang penjahat yang menyebabkan seorang wanita yang sedang mengandung mengalami keguguran akan diberlakukan sama seperti seorang pembunuh. Penjahat tersebut akan dihukum ringan, hanya jika bayi tersebut lahir dan hidup, atau lahir prematur. (Keluaran 21:22-25, NKJV)
“Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya; mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tak bersalah…” (Ams. 6:16-17, NKJV).
Apa yang gereja mula-mula tuliskan tentang aborsi?
“Kamu harus mengasihi sesamamu lebih dari hidupmu sendiri. Jangan kamu membunuh seorang anak dengan aborsi. Jangan kamu membunuhnya karena dia sudah dihasilkan” (Epistle of Barnabas 19.5; abad ke dua).
“Jangan membunuh seorang anak dengan aborsi atau membunuh bayi yang baru lahir” (The Didache 2.2; abad ke dua katekisasi bagi Kristen baru).
“Janin dalam kandungan adalah makhluk hidup dan merupakan obyek perlindungan Allah” (Athenagoras A Plea for the Christians, 35.6; 177 A.D.).
Persamaan - “Yesus Kristus mematahkan penghalang yang memisahkan Orang Yahudi dengan Samaria, penderita kusta dengan orang sehat, anak-anak dengan orang dewasa, yang diinginkan dengan yang tidak diinginkan. Dia mengajari kesamaan derajat kepada semuanya. Penghalang yang membagi antara yang sudah lahir dengan yang belum lahir sama saja dengan melawan pengajaran Kristus.”
Keadilan - “Allah menyelamatkan yang membutuhkan pertolongan, yang tidak dapat menolong diri mereka sendiri. Allah mengharapkan umatnya untuk melakukan keadilan yang serupa, menolong para yatim piatu dan para janda, dan menghalangi terjadinya pertumpahan darah.”
Harapan - “Aborsi pada dasarnya merupakan tindakan putus asa. Yesus Kristus , Alpha dan Omega, dariNya kita bisa mengharapkan seluruh kebaikan, membukakan pintu harapan, yang menopang kita, menjauhkan ketakutan kita, untuk menyambut kehidupan baru ke dalam dunia.” [ketiga poin diatas diberikan oleh National Pro-life Religious Council]
Editor: Paul S. Taylor, Eden Communications

Baca juga: Abortion in the Bible and Church History oleh Randy Alcorn
Diterjemahkan oleh : Yuni Sihombing
Editor: Paul S. Taylor, Hak Cipta © 2002, Eden Communications, Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang – kecuali sebagaimana tercatat dalam halaman “Usage and Copyright” terlampir yang memberi kepada pengguna ChristianAnswers.Net hak untuk menggunakan halaman ini untuk pekerjaan di rumah, kesaksian pribadi, gereja dan sekolah.
www.ChristianAnswers.Net/indonesian
Christian Answers Network
PO Box 200

Kamis, 05 Mei 2011

Doa Minta Jodoh

Oleh: Ev Yuzo Adhinarta

Membaca banyak buku tentang doa, mengikuti seminar doa, meneliti jurnal-jurnal dan buah karya mahapenting para saleh tentang doa tidak membuat kita otomatis bisa dan pandai berdoa. Tapi untunglah, doa yang efektif tidak identik dengan metode, frekuensi, dan kefasihan kalimat yang dipakai dalam berdoa. Allah yang kepadaNya kita berdoa adalah pribadi, itu sebabnya doa bukan mantra yang impersonal.

Namun perlu diingat bahwa bagaimana seseorang berdoa menunjukkan bagaimana ia mengenal Tuhan dan memperlakukan Tuhan dalam doa-doanya. Doa harus dinaikkan dengan iman berdasarkan pengenalannya akan Tuhan. Sehingga sikap seseorang tentang/terhadap doa mencerminkan hubungan pribadinya dengan Tuhan.

Doa Minta Jodoh
Ya Tuhan, kalau dia memang jodohku, dekatkanlah ... Tapi kalau bukan jodohku, jodohkanlah ... Jika dia tidak berjodoh denganku, maka jadikanlah kami jodoh ... Kalau dia bukan jodohku, jangan sampai dia dapet jodoh yang lain, selain aku ... Kalau dia tidak bisa dijodohkan denganku, jangan sampai dia dapet jodoh yang lain, biarkan dia tidak berjodoh sama seperti diriku ... Dan saat dia telah tidak memiliki jodoh, jodohkanlah kami kembali ... Kalau dia jodoh orang lain, putuskanlah! Jodohkanlah denganku ... Jika dia tetap menjadi jodoh orang lain, biar orang itu ketemu jodoh yang lain dan kemudian jodohkan kembali dia denganku ... Aaaamin.
Sumber: E-mail “Doa Minta Jodoh” di Fica-net (beberapa tahun silam)

Setujukah Anda dengan doa tersebut di atas? Mengapa? Diakui atau tidak, banyak orang sering berdoa sedemikian. Ini adalah masalah sikap doa. Dan sikap doa berkaitan dengan pengenalan seseorang terhadap Allah, yang kepadaNya ia berdoa. Sikap kita ketika berbicara dengan seorang guru besar, pejabat, atau orang tua yang kita hormati tentu berbeda dengan sikap kita ketika berbicara adik, sahabat lama, atau pegawai/bawahan kita. Mengapa? Ini berkaitan dengan level pembicara dan lawan bicara. Kepada yang (kita pandang) berlevel lebih tinggi biasanya kita lebih sopan, penuh hormat, tidak membentak, dengan pilihan kata-kata yang apik dan tereja dengan baik dan benar. Kepada yang berlevel sama biasanya kita lebih akrab, intim, menggunakan bahasa sehari-hari, dan senda gurau. Kepada yang berlevel lebih rendah biasanya kita lebih kasar, bernada memerintah, tidak perduli perasaan orang lain, dan tidak jarang pula menyakitkan.

Bagaimana sikap Anda ketika berbincang dalam doa kepada Allah yang Mahatinggi dan Mahadahsyat itu? Sikap berdoa yang benar seperti apa yang seharusnya kita miliki? Belajar dari nabi Habakuk akan menolong kita menjawabnya.

Dalam pergulatannya dengan realita hidup yang dihadapi, nabi Habakuk mengalami konflik yang dahsyat dalam batinnya. Konflik antara apa melawan apa? Antara kehendak diri dengan kehendak Tuhan. Inilah pergulatan mendasar seseorang yang berdoa. Mengapa Tuhan tidak menjawab doaku? Aku harus berdoa seperti apa lagi? Berapa lama lagi Tuhan? Kalau doa tidak mengubah kehendak Tuhan, lalu buat apa berdoa?

Habakuk melewati beberapa fase dalam kehidupan doanya sampai akhirnya ia mengalami kemenangan dan bertumbuh dalam imannya kepada Tuhan. Bergumul dalam doa memang tak terhindarkan dalam kehidupan orang percaya sejati, tetapi masalahnya adalah apakah pergumulan itu menuju ke arah yang benar. Pergumulan ke arah yang salah tidak membawa seseorang bertumbuh di dalam Tuhan, doa menjadi sia-sia, membentur langit-langit atap dan jatuh kembali ke bumi. Tidak perduli seberapa rajin dan tekunnya seseorang berdoa, doa menjadi tidak berguna selama sikap dalam berdoa tidak berubah. Fase-fase pergumulan Habakuk memberikan arah yang jelas bagi orang Kristen segala zaman untuk bertumbuh. Rindukah Anda bertumbuh melalui pergumulan yang sehat dalam doa? Teladanilah nabi Habakuk!

Fase I: Minta (Habakuk 1:1-11)
“Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMU: ‘Penindasan!’ tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau ...” (Hab. 1:2-3)

Pada fase ini yang menjadi fokus dalam doa adalah permintaan, permintaan, dan permintaan. Permintaan yang dimaksud di sini adalah permintaan yang bersifat antroposentris, yaitu permintaan yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia (diri sendiri dan/atau juga orang lain). Dan ketika permintaan tersebut tidak terpenuhi seseorang jadi bertanya-tanya: Apakah Tuhan mendengar doaku? Bagi orang yang berdoa dalam fase ini, berdoa berarti meminta dan jawaban doa identik dengan pengabulan permintaan. Pemuasan diri menjadi tujuan akhir doa dan Tuhan diperlakukan sebagai mesin ATM atau dewa-dewi imajinasi yang siap kapanpun untuk diperalat. Jika Tuhan tidak menjawab seperti yang dia mau dalam waktu yang cukup lama, biasanya orang pada fase ini akan menganggap Tuhan tidak menjawab doanya dan berhenti berdoa, ngambek, kecewa, hilang iman.
Pada fase ini seseorang sedemikian terobsesi dengan dirinya, bukan kepada Tuhan. Yang penting adalah bagaimana Tuhan bisa memuaskan diri, bukannya diri memuliakan Tuhan. Dan karena begitu sibuknya berdoa sampai-sampai tidak punya waktu untuk mendengar jawaban doa.

Siapa bilang Tuhan tidak menjawab doa-doa para pendoa pada fase ini? Bukankah Dia yang memerintahkan manusia untuk berdoa kepadaNya dan berjanji untuk memenuhi setiap permintaan kita dengan cara terbaik? Tuhan menjawab doa Habakuk sekalipun dinaikkan dengan sikap yang tidak benar (Hab. 1:5-11). Demikian pula dengan doa-doa yang kita naikkan. Hanya saja seperti Habakuk (Hab. 1:12-17), kita sering tidak siap untuk menerima jawaban doa dari Tuhan karena tidak seperti yang kita mau. Argumentasi dan keberatan atas jawaban doa Tuhan yang kita naikkan ke langit seringkali mengabaikan kasih sayang, kemahatahuan, dan kedaulatan Tuhan atas hidup kita. Mata jasmani dan rohani kita jadi buta untuk sesuatu yang jauh lebih baik dan mulia yang Tuhan janjikan bagi setiap anakNya.

Jika kehidupan doa Anda berada pada fase ini, tidak apa-apa! Ini baru awal perjalanan doa Anda. Jangan berhenti! Lanjutkan ke fase berikutnya!


Fase II: Minta - Dengar (Habakuk 1:12-2:20)
“Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankanNya kepadaku, dan apa yang akan dijawabNya atas pengaduanku.” (Hab. 2:1)

Orang yang mau mendengar orang lain adalah lebih bijak daripada orang yang hanya mau didengar. Pernahkah Anda mempunyai pengalaman memiliki seorang teman yang suka berbicara tetapi jarang mau mendengar? Setiap kali bertemu dia bercerita tentang dirinya dan bahkan meminta pertolongan kita, namun pada gilirannya kita berbagi rasa atau meminta pertolongan dia mengelak dengan seribu satu macam alasan. Menyebalkan, bukan? Namun seorang teman yang mau mendengar keluh kesah dan pergumulan kita biasa kita sebut sebagai sahabat. Tuhan sudah menjadi sahabat terbaik buat kita. Ia mendengar setiap doa dan menjawab sesuai dengan apa yang Ia anggap terbaik (dan memang itulah yang terbaik). Tidak pernah terlalu cepat dan terlambat. Segala sesuatu indah pada waktu yang tepat, waktuNya. Namun apakah kita sudah menjadi sahabat Tuhan, yang selalu rindu mendengar perkataan dan pernyataan kehendakNya, yaitu isi hati Tuhan?

Pendoa pada fase kedua ini sudah berhasil melepaskan fokus dari permintaan yang bersifat antroposentris. Fokusnya kini adalah jawaban doa. Nabi Habakuk membuat sebuah langkah iman untuk memindahkan fokusnya dari permintaan kepada jawaban doa. “Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara ...” Berdiri di menara berarti berada di posisi yang lebih tinggi daripada permukaan bumi. Dari sana kita bisa melihat segala sesuatu lebih jelas. Para penjaga malam ditempatkan di menara untuk mengetahui apa yang terjadi di bawah sana sekalipun di tempat yang jauh. Seperti seorang penjaga yang menanti utusan yang kembali membawa berita, demikianlah pendoa pada fase ini berdoa dan menanti jawaban doa. Ia tidak menyibukkan diri dengan apa yang dimintanya tetapi “menantikan apa yang akan difirmankanNya” dan “apa yang akan dijawabNya” atas segala pengaduan dan permintaan (Hab. 2:1).

Pada fase ini seseorang harus mengembangkan kepekaan mendengar jawaban doa dan seni menunggu. Menunggu memang tidak enak. Tetapi menunggu menghindar-kan kita dari tindakan buru-buru yang justru merusak segalanya.

Seorang ibu yang sedang panik karena anaknya tiba-tiba kejang, segera menelepon dokter terdekat dan dengan nafas terengah berkata: “Dokter, dokter, cepat datang ke rumah saya, anak saya kejang-kejang. Cepat dokter, sekarang juga, cepat, cepat!!!” Lalu gagang telepon itupun ditutup. Sang dokter yang baru saja hendak naik ke tempat tidurnya itu segera mengemasi peralatan dan memasukkannya ke dalam tas seperti biasanya. Baru terpikir olehnya, “Siapa tadi yang menelepon saya?” Tidak lama kemudian telepon kembali berdering, “Dokter, kenapa belum berangkat?” “Sebentar, siapa nama Anda?” jawab sang dokter. “Saya ibu Adeline! Cepat dok, cepat berangkat ya? Sekarang!” “Sebentar, alamat Anda ...” (telepon terputus). Sang dokter segera membuka buku teleponnya untuk mencari nomor telepon dan ia menemukan. Segera sang dokter menelepon ibu Adeline. Namun pada waktu yang sama, ibu Adeline juga menelepon sang dokter. Akibatnya, setelah hampir setengah jam mereka saling menelepon dan tidak pernah tersambung, sesuatu yang mengenaskan terjadi. Sang anak tidak tertolong lagi. “Halo, ibu Adeline, ini saya, dokter Marvin. Saya mau tanya, alamat Anda di mana?” “Dia sudah meninggal, Dok!”
Menanti jawaban Tuhan lebih baik daripada bertindak tergesa-gesa. Tuhan tidak pernah terlalu cepat dan terlambat. Percayalah kepadaNya!

Habakuk belajar percaya kepada Tuhan. Ia menanti jawaban atas segala doanya. Dan Tuhan (seperti pada fase sebelumnya) tetap menjawab doa yang dinaikkan. Jawaban Tuhan tidak pernah berubah karena sikap manusia yang berubah. Jawaban Tuhan bersifat progresif tapi tidak pernah berkontradiksi. Rencana Tuhan tidak pernah berubah hanya karena kita berdoa. Kalau pada pasal pertama kitab Habakuk Allah menyatakan bahwa Ia sedang menghukum bangsa Israel dengan membangkitkan bangsa Kasdim, maka pada pasal kedua Allah menyatakan bahwa bangsa Kasdim pun akan menerima hukuman atas kesombongan dan keangkuhannya. Menerima jawaban pertama membuat nabi Habakuk bingung (Hab. 1:12). Tetapi jawaban berikutnya menentramkan hati. Jawaban demi jawaban doa yang progresif, yang membentuk kerangka pikir kita tentang Allah dan karyaNya akan diterima ketika kita belajar menyerahkan semuanya kepada Tuhan, menanti jawaban Tuhan, menanti Tuhan bekerja. Pasal kedua ditutup dengan kesimpulan yang luar biasa: “Tetapi TUHAN ada di dalam baitNya yang kudus” (Hab. 2:20a). Melalui kalimat ini nabi Habakuk mengekspresikan imannya kepada Allah YAHWEH,

Allah yang selalu setia dalam menepati janjiNya. Dia adalah Allah yang selalu bertahta atas segala sesuatu, termasuk segala kejadian di bumi, termasuk juga pernak-pernik kehidupan kita. Mengenal Allah yang demikian, Habakuk menyerukan: “Berdiam dirilah di hadapanNya, ya segenap bumi!” Sudahkah Anda mendapatkan rahasia besar nan luar biasa ini?

Jika kehidupan doa Anda berada pada fase ini, tidak apa-apa! Jangan berhenti! Lanjutkan ke fase berikutnya!


Fase III: Minta - Dengar - Beriman (Habakuk 3)

“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan... namun aku bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku...” (Hab. 3:17-19)

Apakah Anda melihat perubahan nada dan suasana dalam doa nabi Habakuk di pasal 3 ini? Apa yang berubah di sini? Apakah bangsa Israel dilepaskan dari tangan orang Kasdim? Apakah Allah berubah? Apakah seluruh pertanyaan nabi Habakuk—Berapa lama lagi, TUHAN?—terjawab? Tidak! Segala yang ada di luar diri nabi Habakuk tidak berubah. Yang berubah adalah yang ada di dalam diri sang nabi. Dan inilah doa yang memberi kemenangan dan pertumbuhan rohani. Inilah perubahan yang sejati, yang esensial, dan bernilai kekal. Dari mengikut diri menjadi mengikut Tuhan. Dari hidup untuk diri sendiri menjadi hidup untuk Tuhan. Bukankah perubahan ini yang berdampak di dalam kekekalan?

Pada fase ini pendoa tidak berhenti meminta dan mendengar. Meminta dan mendengar adalah unsur yang penting dalam sebuah doa, hanya saja meminta dan mendengar bukan lagi menjadi fokus doa. Fokus pendoa pada fase ini adalah diri Allah sendiri. Ia akan menganggap pengenalannya akan Allah secara pribadi jauh lebih penting daripada pemberian atau jawaban doa. Paulus pernah berkata: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya ...” (Flp. 3:10). Doa para pendoa pada fase ini akan dipenuhi dengan puji-pujian yang tulus (tidak bermulut manis yang manipulatif) dan penyerahan total kepada kehendak Allah (“Biarlahkehendak Tuhan yang jadi”). Perhatikan pujian dan penyerahan diri nabi Habakuk dalam pasal 3 ini! Perhatikan pula pengenalannya akan Allah yang telah menyatakan diri melalui segenap perbuatanNya dalam sejarah peradaban manusia!

Setelah mengalami peningkatan dalam pengenalan pribadinya akan Allah (pribadi, sifat, dan karyaNya) ia tidak lagi menjadi kuatir akan apapun juga, termasuk hari depan. Sekalipun masih tebersit ketakutan dan ketidakmengertian secara manusiawi, namun imannya kepada TUHAN memberinya kekuatan untuk mampu “berjejak di bukit-bukit” batu kehidupannya.

Apakah pada fase ini sang pendoa akan berhenti meminta sesuatu melalui doanya karena sudah menyerahkan semuanya kepada Tuhan? Tidak! Lalu apa bedanya? Ia tetap meminta tetapi tidak sembarangan meminta. Ia tahu apa yang seharusnya diminta, yang terpenting, yang esensial, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Inilah kunci kuasa doa! Doa yang PASTI dikabulkan adalah doa yang sesuai dengan kehendak Tuhan, bukan doa yang memanipulasi Tuhan untuk kepentingan diri. Tuhan Yesus sendiri menyibakkan rahasia kuasa doa ini pada malam sebelum Ia disalibkan: “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dankamu akan menerimanya. Dalam hal inilah BapaKu dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak ... Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam namaKu. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu” (Yoh. 15:7-8, 24). Yakobus menulis: “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yak. 4:2b-3).

Di tengah pergumulan dan masalah hidupnya pendoa pada fase ini akan menuntut diri untuk mengenal Allah dan kehendakNya secara pribadi (dengan Alkitab sebagai sarana). Ia akan semakin rajin berdoa karena Tuhan pasti menjawab setiap doa yang dipanjatkan. Ia tidak takut salah meminta karena ia tahu bahwa Tuhan tahu ia sedang berada dalam proses belajar mengenal kehendakNya. Dan Tuhan pasti menjawab sesuai dengan kehendakNya, bukan kehendak diri. Dalam sikap penuh iman dan sedia untuk taat kepada Tuhan seperti inilah seseorang bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan mengalami kemenangan demi kemenangan dalam hidupnya.

Jangan teladani "Doa Minta Jodoh" di atas, tapi maukah Anda lebih rajin berdoa untuk masa depan Anda dengan sikap yang benar? Bersediakah Anda menaklukkan diri di bawah tangan Tuhan yang mengasihi Anda? Siapkah Anda melihat tangan Tuhan bekerja leluasa dalam hidup Anda?

"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yak. 5:16)

Sumber..>>>>>>
"Not" Our Daily Bread
http://pendoa.blogspot.com/2009/07/doa-minta-jodoh.html

Rabu, 04 Mei 2011

Tidak Menjadi Tawar Hati Karena Penderitaan

Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.” Amsal 24:10
 
Ketika kita sudah percaya kepada Yesus dan mengakuiNya sebagai Tuhan dan juruselamat hidupnya, ini bukan berarti bahwa kita tidak akan menghadapi masalah. Bukan berarti juga bahwa kita bebas dari masalah dan kita akan langsung diberkati secara berkelimpahan baik dalam keluarga, pekerjaan, bisnis, usaha, pendidikan, di lingkungan dan lainnya.
Justru pada saat kita memutuskan mengikut Yesus, iblis akan berusaha untuk menarik kita kembali agar jatuh ke dalam dosa, karena dia tidak suka dengan keputusan yang kita ambil.
*courtesy of PelitaHidup.com
Berbagai masalah juga tetap akan datang menerpa kehidupan kita tanpa habis-habisnya selama kita masih bernafas.
Seringkali juga kita menyerah atas persoalan yang sedang menimpa kita. Kita berharap bahwa Tuhan segera menolong dan memberi jalan keluar atas masalah yang kita hadapi. Pada kenyataannya jawaban Tuhan tidak datang juga, sehingga kita menjadi tawar hati. Kita tidak tahu bahwa Tuhan sedang menguji dan memproses hidup kita agar kita dapat benar-benar percaya dan berserah kepada Tuhan dengan segenap hati kita.
Rasa tawar hati sering diikuti dengan perasaan kecewa dengan kondisi hidup kita dan bahkan ada juga yang kecewa kepada Tuhan, hingga tidak pergi lagi ke gereja.
Kondisi ini akan membuat kita semakin lemah dan tidak mempunyai kekuatan untuk dapat melangkah maju menghadapi masalah yang ada.
Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.
Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami
.” 2 Korintus 4:16-17

*courtesy of PelitaHidup.com
Rasul Paulus dalam penderitaannya yang begitu banyak dia alami, juga tetap menjaga hatinya agar tidak tawar hati. Walaupun secara lahiriah dia semakin lemah, tetapi manusia rohaninya semakin kuat di dalam Tuhan. Dia tahu bahwa apa yang telah Tuhan sediakan bagi dia jauh lebih besar dari apa yang dia alami. Inilah kekuatan yang memampukan Rasul Paulus untuk tetap setia mengiring Tuhan sampai akhir hidupnya.
Tawar hati justru akan membuat kita semakin lemah dan membuat hidup kita tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menjalani masalah yang ada. Kita membutuhkan pengharapan kepada Yesus untuk tetap dapat kuat menghadapi masalah yang ada.
*courtesy of PelitaHidup.com
Jangan biarkan rasa tawar hati itu datang atau bahkan berlarut-larut melingkupi hidup kita. Cari wajah Yesus, maka Dia akan memberikan pengharapan dan kekuatan baru bagi kita untuk menjalani langkah hidup kita.
Doa:
Tuhan, berikanlah kami kekuatan agar sanggup menjalani hari-hari kami yang penuh dengan berbagai masalah. Biarlah terang FirmanMu yang menuntun jalan kami agar kami dapat tetap bersemangat di dalam kasih Tuhan, sehingga kami dapat menjadi pemenang dalam masalah yang kami hadapi.
*courtesy of PelitaHidup.com
Langkah iman:
  • Perkatakan Firman Tuhan dalam hidup kita, sehingga itu menjadi kekuatan bagi kita.
  • Tolak segala rasa tawar hati maupun rasa kecewa yang ada.
  • Percaya bahwa Tuhan telah menyediakan yang terbaik bagi kita tepat pada waktuNya
 Sumber...>>>>
http://www.pelitahidup.com/2010/10/26/tidak-menjadi-tawar-hati-karena-penderitaan/
<a href=”http://www.pelitahidup.com”>Pelita Hidup</a>

Kristen Tetapi Bukan Pengikut Kristus


KRISTEN sering hanya menjadi sekadar identitas bagi seseorang. Maka setiap kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah kita Kristen orang yang terhormat menjadi pengikut Kristus? Pengikut Kristus harus punya suatu gaya hidup kristiani, yang sesuai dengan kehendak Kristus, gaya hidup yang memberi kita identitas bahwa kita adalah pengikut Kristus, bukan pengikut dunia. Identitas yang jelas, bisa dikenal semua orang. Dalam Kisah Para Rasul 11: 26 dikisahkan tentang kehidupan orang-orang Kristen yang dianggap, unik, aneh di tengah-tengah masyarakat kafir, pemuja banyak tuhan (politeisme). Bagi warga Antiokhia saat itu, orang-orang Kristen itu lain, tidak masuk akal. Orang Kristen dianggap aneh dan bodoh. Orang-orang Kristen tampak terlalu sopan di tengah kehidupan yang sangat vulgar dan borjuis
Ketika kita berani menyebut diri sebagai orang Kristen, tugas dan tanggung jawab kita untuk menjadi orang terhormat, menjadi pengikut Kristus yang sekaligus menghormati gaya hidup Kristen. Gaya hidup kristiani sesuai dengan ketetapan-ketetapan Kristus, bukan ketetapan gereja, golongan, tetapi harus mengacu jauh ke dalam kebenaran firman. Karena kita pengikut Kristus, ikuti saja jejak-Nya. Karena kita pengikut Kritus, ikuti saja yang dilakukan-Nya. Kristen harus mempunyai spirit yang sangat kuat. Kekristenan membuat kita menjadi orang yang siap hidup berbeda dengan yang bukan Kristen, dalam kualitas iman dan moral.


Anda tidak perlu membuktikan sebagai orang Kristen yang baik dengan cara, misalnya, memegang tampuk kekuasaan lalu mengendalikan orang lain. Anda tidak perlu menyebut diri Kristen yang baik dengan memaksa orang lain menyebut Anda baik. Supaya disebut orang Kristen yang baik, Anda tidak perlu membayar kiri kanan. Siap berbeda dengan orang yang bukan Kristen, bukan dengan cara seperti itu. Tetapi seperti kata Roma 12: 2, kita berubah sehingga tidak sama dengan dunia ini. Berubah karena pembaruan budi yang dikerjakan Roh Kudus. Berubah sehingga kita mengerti apa yang menjadi kehendak Allah.
Siapkah Saudara menjadi tidak sama dengan dunia ini? Siap berbeda untuk menunjukkan kualitas iman, kualitas moral? Sebagai orang Kristen omongan kita harus bisa dipegang. Jangan seperti orang lain yang omongannya tidak bisa dipegang. Kita memang beda. Sebab bagaimanapun kualitas iman kita adalah kualitas iman yang mengacu pada semangat gairah untuk mengekspresikan cinta kasih, bukan membalas dendam. Semangat kita bukan sekadar untuk menjadi yang paling banyak, sehingga paling berkuasa, tetapi paling banyak membagi berkat dan cinta kasih. Sehingga setiap orang Kristen, sekalipun berbeda di tengah-tengah gelombang jaman yang materialistis, mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu sehingga tidak menghalalkan segala cara untuk cari uang. Ia menjadi orang yang hormat dan sungkan, tidak mengatasnamakan agama untuk mencari uang, tidak menjual penderitaan orang lain demi uang.


Orang Kristen adalah orang yang sadar akan komitmennya menjadi murid Kristus, dan siap menerima segala konsekuensi yang akan muncul. Kita tidak boleh berubah di tengah jalan. Ketika Anda menjadi seorang Kristen, maka itulah komitmen yang harus disadari sepenuhnya, bahwa menjadi pengikut Kristus itu memang begitu risikonya. Kita musti hidup sungguh-sungguh, hidup sepadan dengan apa yang dituntut-Nya.

Komitmen melayani Tuhan
Seorang Kristen harus setia kepada komitmennya untuk mau melayani Tuhan. Seorang Kristen harus setia untuk mau menyatakan komitmennya mengikut jejak Kristus.
Kristen tidak mengimingi orang lain dengan hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi bagai-mana kejujuran batin kita, gaya hidup kita, karya nyata kita, supaya orang lain tahu siapa kita, dan akhirnya mereka juga berkata, “Aku pun mau jadi pengikut Kristus”. Adakah hal-hal se-perti itu yang terjadi? Atau justru umpatan yang kita dapat?


Sering dalam perjalanan hidup, kita tidak setia dengan komitmen awal kita. Saat dalam kesusahan, dekat sekali dengan Tuhan, hidup penuh kejujuran, apa adanya. Waktu punya uang sedikit, kita mulai neko-neko. Punya banyak uang, larilah segalanya. Perilaku berubah total, karena sudah menjadi liar karena uang. Omongan kita tidak bisa lagi dipegang, tidak lagi jujur, karena sudah gila karena uang.
Kita semua bisa jatuh ke dalam jurang yang sama. Kita bisa mengalami perubahan dari kemajuan menuju kehancuran. Perubahan yang bukan ke positif, tetapi negatif. Kita berubah: dulu baik, sekarang tidak baik. Padahal kekristenan seharusnya perubahan dari yang tidak baik menjadi baik. Tetapi rupanya realita jaman, daya tarik alam semesta ini sangat kuat, sehingga banyak orang yang gelap mata terhadap glamour kehidupan, akhirnya menyangkali kejujuran iman. Mungkin demi mobil, rumah, jabatan, jodoh, atau kenikmatan yang mungkin tidak pernah dia miliki. Ini berbahaya.

Ketika menyebut diri sebagai seorang Kristen apakah Anda sadar dengan semua itu? Atau sekadar karena lahir dalam keluarga Kristen? Identitas di KTP? Maka perlu kejujuran untuk memeriksa diri dengan baik, di mana kita berada, dan bagaimana seharusnya kita hidup. Berhentilah sejenak, memikir ulang: adakah saya sungguh-sungguh mengikuti Kristus, sehingga saya berani menyebut diri saya Kristen? Adakah saya betul-betul hidup menjadi berkat sehingga orang-orang akhirnya tahu siapa itu pengikut Kristus, karena melihat hidup saya? Karena itu berdoalah. Jangan menjadi seorang Kristen yang belum menjadi Kristen. Jangan mengaku Kristen namun belum menjadi pengikut Kristus. Berhenti sejenak dan berdoa: Kiranya hari ini Tuhan, aku menjadi seorang Kristen yang Kristen, Kristen yang mengikut Kristus



sumber >>>>>>>
http://reformata.com/05553-kristen-tetapi-bukan-pengikut-kristus.html

Comments

Pencarian

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates