Sabtu, 18 Juni 2011

Aku Jatuh Cinta


“Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

Seorang Ibu berkisah tentang dirinya. “Saat ini adalah saat yang paling berat dalam hidupku secara ekonomis. Dahulu ketika masih muda, keluargaku memiliki sebuah perusahaan. Aku dilatih untuk bertindak penuh prinsipiil terhadap para karyawanku. Kami tak pernah merasa cemas atau berpikir banyak tentang uang. Hidup seakan tanpa kekuatiran.” Sang ibu berhenti sejenak meneguk kopi yang ada di depannya. Ia memandang sekitar, kursi yang mengisi coffee shop ini diduduki oleh kebanyakan kaum remaja.

Sang ibu nampak menerawang sejenak mengenangkan kehidupannya di masa lampau. “Dahulu tatkala kebosanan meliputi diriku, aku pasti berada di coffee shop seperti ini hampir sepanjang hari menikmati kopi sambil membaca buku dan mendengarkan alunan lagu-lagu merdu yang disuguhkan. Namun kini semuanya tinggal kenangan. Sejak perusahaan kami ambruk hidup ternyata tak seindah yang pernah kami alami.”

“Suatu senja ketika pulang ke rumah aku mendapati rumahku seakan hitam dan kelam. Pada hal ini tetap rumah yang sama beberapa tahun silam ketika keindahan dan kebahagiaan mewarnai rumah ini. Dalam situasi tertekan seperti ini aku berdoa sambil mencucurkan air mata memohon agar Yesus membuka jalan bagiku. Aku tak memohon agar aku dibebaskan dari penderitaan ini, tetapi agar aku menemukan kekuatan menerima situasiku.”

“Hari berikut aku menemukan keheningan yang amat mendalam setelah menyerahkan situasi hidupku ke dalam tanganNya. Aku lalu membeli sebuah organ kecil dan setiap hari walaupun organ yang dipermainkan jari-jemariku tak seberapa nyaring dan indah, namun aku dengan penuh kegembiraan menyanyikan laguku sendiri. Tetanggaku bertanya, apakah aku kini sedang jatuh cinta? Mereka bertanya apakah orang tersebut adalah perjaka yang kaya dengan masa depan yang pasti. Aku menjawab bahwa aku kini sungguh jatuh cinta. Dan Ia yang aku cintai tak hanya merupakan seorang yang kaya, tetapi bahwa Ia memiliki seluruh alam raya. Ialah Tuhanku, Ialah Yesusku.”

Sang ibu lalu diam meneguk kopi yang kini mungkin telah berubah dingin. Dari pancaran wajahnya dapat diketahui bahwa sang ibu tersebut telah menemukan apa yang terbaik dalam hidupnya. Setelah mendengarkan kisahnya, aku teringat doa St. Agustinus; “Bagai rusa merindukan air sungai, demikian jiwaku rindu akan Dikau ya Tuhan.” Setiap kita di lubuk hati terdalam merindukan Dia sang empunya alam raya ini.

Sumber.>>>>>
http://www.pondokrenungan.com/isi.php?tipe=Cerita&table=isi&id=866&next=0
Tarsis Sigho - Taipei
Email: sighotarsi@yahoo.com

Aku Berubah Hanya Karena Dia

Dalam harian bahasa Mandarin "The Liberty Times" muncul sebuah tulisan kecil namun menarik perhatianku. Judul tulisannya berbunyi: "Aku berubah hanya karena dia". Penulisnya adalah seorang wanita yang mengisahkan bagaimana pertemuannya dengan seorang cowok telah mengubah cara hidupnya di masa silam, dan lebih lagi telah membantunya untuk sungguh menjadi seorang feminine.

"Sejak kecil aku selalu senang mengenakan pakaian cowok, mengenakan celana jeans, rambut dipotong pendek. Beberapa kali saya membangun persahabatan dengan lawan jenis. Namun lima pacarku pada akhirnya selalu saja menolak aku dan cerai karena aku kurang menunjukan sikap feminine. Namun sejak aku bertemu dengan 'dia' aku kini sungguh telah berubah. Sejak kecil aku tak pernah menyukai warna merah muda. Namun demi 'dia' saya mulai menyukai segala yang berwarna merah muda, mulai dari warna hand phone, pakaian, bahkan tali pengikat rambut. Sejak kecil aku senang memakai sepatu sport. Namun sejak bertemu dengannya saya sudah menjelajahi semua toko yang menjual sepatu yang bertumit tinggi. Sering kakiku lecet karena harus mengenakan sepatu kulit, tetapi saya menahan semua rasa sakit itu. Saya adalah seorang yang takut kedinginan, dan lebih senang memakai celana jeans panjang. Namun hanya karena 'dia' walaupun udara dingin, saya mulai memakai rok walau kadang aku harus diserang flu. Berbagai jenis rok, mulai dari jenis sutra hingga rok jeans mulai aku beli. Ini terjadi sejak saya bertemu dengannya. Dulu saya tak senang menggunakan parfum. Namun kini aku mulai belajar bagaimana harus memilih jenis minyak wangi, aku mulai belajar bagaimana harus merias diri. Hanya karena 'dia' aku kini telah berubah. Aku kini telah berubah menjadi lebih baik dari dulu, aku kini berubah menjadi seorang yang sungguh-sungguh perempuan, hanya karena 'dia'."

Dalam bacaan yang diambil dari Kisah Para Rasul 20:17-27, kita mendengar bagaimana Paulus berkisah tentang nasib yang pernah dan akan menimpa dirinya. Ia menasihati jemaat yang datang bertemunya di Miletus untuk bertekun mewartakan pertobatan kepada orang Yahudi dan Yunani sebagaimana telah diperbuatnya sendiri. Dan kini oleh desakan Roh, Paulus akan beralih menuju Yerusalem walaupun ia sendiri tahu apa yang akan terjadi atas dirinya di Yerusalem. Roh Kudus telah menyatakan kepada dirinya bahwa penjara dan sengsara telah menantikan kedatangannya di Yerusalem. Namun demikian Paulus tidak merasa takut. Paulus tidak melarikan diri, ia tidak mengelak. Ia dengan berani memasuki kota abadi Yerusalem, dengan berani menghadapi dan menerima tantangan tersebut.

Kita mengenal siapakah Paulus ini sebelumnya. Dahulu ketika Paulus masih menyandang nama seorang 'Saulus', ia adalah seorang musuh orang-orang Kristen. Ia adalah musuh para pengikut Kristus. Ia dengan berbagai cara telah berusaha agar kelompok kristen dibekukan, agar mereka tidak membuka mulut dan bersaksi tentang Yesus yang bangkit. Ia telah memberikan peritah untuk merajam Stefanus dengan batu hingga mati. Itu adalah kisah masa silam tentang Paulus. Namun saat ini ia telah berubah. Dan apa yang telah membantu perubahan mendasar dalam diri Paulus? Sama seperti tulisan kecil di atas, Paulus telah menjawab bahwa 'DIA' (Yesus yang bangkit) telah mengubah dirinya. Hanya karena 'DIA' Paulus kini berubah. Hanya karena 'DIA' Paulus kini bersedia menerima hukuman penjara, bahkan rela menerima ajalnya di ujung sebilah pedang. Hanya karena 'DIA'.

Apakah akupun telah ikut berubah? Apakah anda juga telah ikut berubah seperti Paulus? Apakah 'DIA' telah menjadi kekuatan yang bisa meluluhkan kekerasan bathin kita dan bangkit berdiri dan secara tegas bersaksi tentang 'DIA' yang bangkit? Semoga kitapun boleh berkata; Hanya karena 'DIA' saya kini telah berubah.

Sumber>>>>>
http://www.pondokrenungan.com/isi.php?tipe=Cerita&table=isi&id=1649&next=0
Tarsis Sigho - Chicago
Email: sighotarsi@yahoo.com

Kamis, 16 Juni 2011

PEMUDA DAN KRISIS ZAMAN

(oleh : Pdt. DR. STEPHEN TONG)

Berapa banyak pemuda dan remaja yang sadar atau insyaf akan pentingnya masa ini? Menurut statistik, usia orang yang paling banyak bertobat dan kembali kepada Tuhan dapat dikategorikan dalam empat periode, dan periode yang terakhir adalah pada usia 18-19 tahun. Sesudah itu, sangat sedikit orang yang dijamah oleh kuasa Tuhan atau mempunyai hasrat untuk mencari Tuhan.
Di usia 17 tahun, seringkali seseorang masuk ke dalam situasi keraguan, skeptik dan tidak tahu mau mau kemana mengarahkan hidupnya, sehingga begitu banyak kesulitan dan pemberontakan yang timbul. Sesudah itu, pada usia 18-19 tahun, merupakan periode yang terakhir dimana anak muda akan memikirkan untuk mau kembali kepada Tuhan, sehingga ketika memasuki dunia universitas, ia akan terus mengejar kebenaran. Atau jika ia menolak, maka ia akan terjerumus ke dalam arus dunia ini. Oleh sebab itu, saya dengan serius berharap agar setiap orang bergumul dan berdoa untuk mendapatkan bijaksana surgawi untuk membentuk dan mengolah diri menjadi seorang pemuda yang bertanggung jawab kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi zamannya.
Alkitab mengatakan kepada kita bahwa generasi demi generasi datang dan berlalu, tetapi bumi tidak berubah (Pkh. 1:4). Satu generasi datang dan satu generasi digeser, namun bumi ini tetap tidak mengalami perubahan. Kalimat ini memberikan suatu sifat relativitas, yaitu yang dapat berlalu dan yang masih ada. Siapakah saya? Apakah saya adalah tuan rumah dari bumi ini, ataukah saya hanya sekedar seorang tamu bagi bumi ini? Apakah saya yang menguasai bumi ini, atau saya yang akan dikuasai oleh bumi ini? Apakah saya yang akan menggeser zaman ini, ataukah zaman ini yang akan menggeser saya?
Mengapa ketika kita mempelajari sejarah, kita mempelajari tokoh-tokoh yang begitu hebat, yang begitu berpengaruh, yang pikirannya tidak luntur dan selama beribu-ribu tahun tetap memberikan pengajaran dan inspirasi kepada manusia. Mereka adalah orang-orang yang tidak digeser oleh zaman, tetapi mereka yang menggeser zaman. Meskipun tubuh mereka bisa mati, jasmani mereka dikuburkan, tetapi pikiran mereka terus mempengaruhi seluruh umat.
"Aku" dalam Zaman yang Kritis.
Di dalam setiap zaman, kita harus senantiasa dapat melihat kesempatan, krisis dan segala kemungkinan potensi dari zaman itu. Tuhan, tidak melahirkan kita di zaman yang sudah lalu dan Tuhan juga tidak melahirkan kita di zaman yang akan datang. Maka "aku" yang dilahirkan di dalam zaman ini, harus dikaitkan dengan zaman ini. Mengapa saya tidak dilahirkan 50 tahun yang lalu, atau dilahirkan 100 tahun yang akan datang? Mengapa saya bisa menjadi pemuda yang dilahirkan pada zaman ini? Pasti ada maksud Tuhan di balik semua itu.
Saya berharap dapat mengundang setiap pemuda dan remaja, bahkan setiap orang, untuk memikirkan secara serius pertanyaan: "Mengapa aku ada di sini ?" Mengapa saya dilahirkan di zaman ini; apa yang seharusnya saya lakukan di zaman ini dimana dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan segala keadaan yang sedang mengelilingi saya?
Yesus Kristus menyinggung orang orang yang hidup di zaman-Nya dengan berkata, "Rupa langit kamu tahu membedakannya, tetapi tanda-tanda zaman tidak" (Mat. 16:3b). Melalui kalimat ini, Yesus ingin mengajak manusia untuk peka: mengapa ia ada dan hidup di dalam zaman itu, lalu kemudian berusaha mengerti tanda-tanda zaman di mana ia berada, apa saja krisis dan potensi yang terkandung di dalam zaman itu, dan apa tugasnya di dalam zaman itu.
Jikalau Saudara sudah mempunyai kepekaan seperti itu, saya jamin, di hari-hari berikutnya pasti Saudara tidak hidup secara sia-sia seperti pada waktu sebelum Saudara mengenal tanda zaman itu. Begitu banyak pemuda-pemudi yang dihanyutkan oleh zaman. Mereka tidak sadar. Mereka menganggap bahwa diri mereka sedang menikmati sesuatu, padahal mereka sedang memboroskan hidup, masa muda, kebebasan, kesempatan, dan potensi-potensi yang tidak mungkin terulang lagi di hari-hari yang akan datang. Setiap hari adalah hari yang sangat berharga, setiap tahun adalah tahun yang sangat berharga. Itu merupakan hari hari yang indah dan yang tidak terulang lagi. Setiap tahun adalah tahun yang tidak akan terulang lagi dan tidak akan kembali. Waktu dan hidup kita hanya dapat berjalan maju, tanpa bisa mundur kembali. Waktu-waktu dan hidup kita merupakan harta milik, properti yang paling penting di dalam hidup jasmaniah kita.
Waktu kita, merupakan properti, yang ketika kita gunakan, atau tidak gunakan, ia akan berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Maka kini, Saudara perlu sungguh-sungguh mengerti dan memanfaatkannya dengan baik. Untuk itu diperlukan kepekaan yang luar biasa. Kita berada di dalam waktu dan kita dicipta dalam kurun waktu.

Sumber>>>>>>
http://dennyts.blog.friendster.com/2005/09/pemuda-dan-krisis-zaman-oleh-pdt-dr-stephen-tong/

Pentingnya Melipatgandakan Murid




Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak (Kisah 6:7).
Pada suatu hari seorang pendeta yang sibuk minta saya untuk bertemu dengan dia untuk membicarakan tentang cara melatih orang di gerejanya. Ia menggembalakan sebuah gereja yang bertumbuh dan sehat. Sering ada orang yang menerima Kristus. Jumlah hadirin bertambah sampai ia harus mengadakan kebaktian Hari Minggu pagi dua kali. Ternyata Allah memberkati pelayanannya.
Tetapi pendeta itu juga mempunyai persoalan. Kecuali ia melatih pekerja-pekerja yang kerohaniannya memenuhi syarat, ia tahu bahwa banyak orang Kristen baru tidak dapat memperoleh pertolongan yang diperlukannya dalam pertumbuhan rohani. Juga mereka tidak dapat berkembang menjadi murid Yesus Kristus yang kuat. Dan pendeta itu tahu bahwa ia adalah kuncinya. Keseluruhan proses itu harus dimulai dari dia. Ia tidak dapat menyerahkannya kepada orang lain. Sebagai pemimpin rohani dari orang- orang itu, ia harus menjadi perintis dalam pelayanan itu.
Persoalan yang lain: ia sibuk sekali. Banyak hal menuntut perhatiannya; banyak orang menuntut waktunya. Seperti banyak pendeta lainnya, ia memakai banyak waktunya untuk mengatasi persoalan-persoalan kecil dalam gerejanya. Satu soal belum selesai, soal lainnya sudah timbul.
Pendeta itu menggunakan terlalu banyak waktu untuk melayani orang-orang yang selalu mempunyai banyak persoalan. Dia sibuk membereskan persoalan, mendamaikan seorang dengan yang lain, mengurus perselisihan keluarga yang sulit, dan menghadapi 1001 soal lainnya. Ia menjadi frustasi.
Tetapi ia mempunyai angan-angan. Kadang-kadang ia masuk ke dalam kamar belajarnya, dan memikirkan keadaannya dari segi lain. Ia melamun, tidakkah lebih baik jika ia memiliki orang-orang yang kerohaniannya telah bertumbuh untuk menolong mengatasi persoalan-persoalan "rohani" yang terus-menerus timbul digereja ini?
Yang ia maksudkan bukanlah orang-orang yang hanya membawakan pita rekaman khotbah pendeta untuk orang-orang di penjara, membagikan makanan, pakaian dan bantuan keungan untuk yang memerlukan, mengajar di Sekolah Minggu, atau menolong pendeta mengatur urusan dan keungan gereja. Maksudnya ialah orang-orang yang mengetahui bagaimana memenangkan orang kepada Kristus dan kemudian membimbingnya dari saat pertobatannya sampai menjadi seorang murid yang kokoh, berserah, mengabdi, berbuah, dan dewasa; dan yang pada suatu waktu dapat mengulangi proses itu dalam kehidupan orang lain.
Teman saya tersenyum di dalam kamar belajarnya sebab lamunan yang indah itu. Kemudian ia merasa gentar kembali melihat kenyataan yang sebenarnya. Dan ialah orang satu-satunya di dalam sidang itu yang memenuhi syarat secara rohani dan dapat menolong. Maka ia mengesampingkan lamunannya, membawa Alkitabnya, dan keluar pintu.
Sesudah kami membicarakan bersama-sama mengenai bagaimana menjadikan orang murid dan bagaimana melatih pekerja, pendeta itu kembali kegerejanya dan mulai menjalankan prinsip-prinsip yang saya utarakan kepadanya dan yang diajarkan di dalam buku ini.
Dewasa ini, melalui pelayanannya timbul secara tetap arus murid- murid dan pekerja-pekerja yang mempengaruhi masyarakat sekitarnya bagi Kristus. Orang-orang dari gereja ini dipakai oleh Allah untuk memenangkan orang lain kepada Kristus dan menolong orang-orang yang bertobat itu, supaya mengulangi proses itu.
Marilah kita melihat pada adegan lainnya. Ada empat pasang suami istri yang mengadakan pertemuan satu malam setiap minggu untuk mempelajari Alkitab. Sejak pertemuannya dimulai empat bulan sebelumnya, tiga diantaranya bertobat kepada Kristus. Pertemuan itu dipimpin oleh salah seorang awam dari gereja. Pada suatu malam baru saja mereka memulai suatu diskusi yang menarik, telepon berdering.
"Joe ada di sana?" Joe adalah salah seorang Kristen baru yang baru empat bulan lamanya percaya.
"Ya, tetapi ia sedang sibuk saat ini. Ia sedang mengikuti pelajaran Alkitab."
"Tolonglah, saya harus berbicara dengan dia." Suara itu iba sekali.
"Baiklah."
Joe mengangkat telepon itu dan mendengarkan.
"Baik," katanya. "Saya segera datang."
Joe menjelaskan kepada kelompok itu. Teman kerjanya ingin agar ia datang dan menolongnya. Ada pertengkaran di antara suami dan istrinya, dan istri temannya itu sudah tidak menghiraukan dia lagi. Sudah lama keluarga ini berantakan, dan joe merasa ia harus pergi dan berbuat sedapatnya.
Pemimpin kelompok pelajaran Alkitab itu merasa tindakan Joe itu benar. Dan sedang Joe pergi, kelompok itu berdoa. Maka Joe, seorang Kristen yang telah percaya baru empat bulan itu, mengambil Alkitabnya dan pergi untuk mencoba menyelamatkan suatu pernikahan. Kelompok Pelajaran Alkitab itu berubah menjadi kelompok doa.
Tiga minggu kemudian saya berjumpa dengan pemimpin kelompok itu dan mendengar berita yang hebat. Joe telah dipakai oleh Allah untuk memimpin suami istri itu kepada Kristus. Sekarang Joe sedang dalam proses pemimpin mereka dalam mempelajari Firman Tuhan.
Sebagai akibatnya, pemimpin itu harus mulai meluangkan waktu sedikit dengan Joe untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya, sebab ia dengan istrinya telah mulai memimpin orang Kristen baru untuk mempelajari Firman Tuhan. Memang sebelumnya juga Joe adalah seorang yang selalu ingin tahu. Terlebih lagi sekarang. Ia tahu bahwa ia memerlukan banyak pertolongan. Pemimpinnya senang menolong dia. Ia dapat melihat bahwa Tuhan memakai waktu itu untuk memperdalam hubungan mereka dan memperdalam kehidupan Joe di dalam Tuhan.
Keadaan ini juga merupakan tantangan bagi anggota lainnya dalam kelompok Joe. Jelas sekali bagi mereka bahwa lambat atau cepat Tuhan juga akan memberi kesempatan untuk membagikan apa yang telah mereka pelajari. Keadaan itu menjadikan pelajaran Alkitab itu lebih berarti bagi mereka semua.
Adegan di atas, dengan berbagai keadaan yang berlainan, terulang di banyak tempat di dunia ini.
Dahulu konsep melipatgandakan murid itu tidak dapat diterima seperti pada dewasa ini. Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu, hanya sedikit orang yang melakukannya. Tetapi sekarang lebih banyak orang yang kembali kepada proses Alkitabiah.
Tak lama sesudah istri saya, Virginia, dan saya menjadi orang Kristen, kami berjumpa dengan Waldron Scott, seorang pemuda yang sebaya dengan kami dan yang menaruh minat secara pribadi terhadap kami. Ia pernah mendapat pertolongan di dalam kehidupan Kristennya oleh seorang temannya ketika ia masih berada di Angkatan Udara. Kami adalah teman sekuliah, dan dia datang sekali seminggu ke rumah kami untuk membagikan kebenaran kerohanian dengan kami dan menolong kami dalam pertumbuhan rohani kami.
Pekerjaannya yang sesungguhnya dengan kami mulai pada suatu hari ketika saya bertanya mengapa ada perbedaan yang sangat menyolok di antara kehidupan kekristenan kami. Mengapa demikian kerohaniannya dan Virginia dengan saya tidak seperti dia? Waldron dapat mengutip ayat- ayat seakan-akan ia telah menghafalkannya. Sering kali ia menceritakan bagaimana Allah menjawab doanya. Kelihatannya ia mengenal Alkitabnya dengan baik.
Malam itu Waldron datang kerumah kami dan menanyakan beberapa pertanyaan. Apakah saya membaca Alkitab dengan teratur? Tidak, hampir tak pernah. Apakah saya mempelajarinya? Oho, sekali ini saya menang. Minggu yang baru lalu pendeta kami berkhotbah dari Mat 6:33, dan saya sangat terkesan dengan ayat itu sehingga saya menghafalkannya sesampai di rumah.
"Hebat!" kata Waldron. "Coba katakan ayat itu. Mari kita mendengarkannya."
Saya tidak dapat mengingatnya lagi. Maka saya sadar bahwa ada sesuatu yang kurang dalam cara saya menghafalkan Firman Tuhan.
Kemudian ia bertanya, "Apakah kau berdoa?"
"Ya, tentu, "jawab saya kepadanya. "Saya selalu berdoa sebelum makan dengan doa yang telah saya hafalkan." Waktu itu kami sedang duduk-duduk dan makan makanan kecil. Maka saya berdoa: "Syukur, Tuhan, kami ucapkan, atas makanan yang Engkau berikan, mohon berkat Yesus Kristus, Amin."
Pada suatu malam hari ketika mempelajari Alkitab, saya baru mengerti bahwa ternyata arti dan isi dan praktek doa itu lebih daripada hanya yang saya ucapkan. Waldron menawarkan kalau kami mau bertemu dengan dia dan membicarakan hal-hal yang telah menolong dia. Kami ingin sekali.
Maka kami mulai. Waldron mengajar kami bagaimana membaca Alkitab dan mendapatkan sesuatu daripadanya. Ia mengajar kami bagaimana belajar Alkitab secara perorangan dan, dengan pertolongan Roh Kudus, menggunakan pelajaran-pelajaran itu dalam kehidupan kami. Ia mengajar kami untuk menghafalkan Firman supaya selama 24 jam sehari kehadiran Roh Kudus dirasakan. Ia mengajar kami bagaimana merenungkan Firman supaya Firman Tuhan itu mendarah daging dalam kehidupan. Ia mengajar kami bagaimana berdoa dan mengharapkan jawaban dari Allah. Tahun itu merupakan tahun yang penuh berkat bagi kami. Kami haus untuk belajar, dan Waldron bersedia meluangkan waktunya dengan kami.
Tahun berikutnya saya mulai pada tingkat ke dua, dan Waldron masih meneruskan bertemu dengan kami. Kami tetap terus bertumbuh dan kehidupan Kristen saya penuh dengan pertemuan-pertemuan baru. Kami telah menemukan petualangan yang bermutu tinggi dari kehidupan yang berkelimpahan. Tuhan lebih menjadi bersifat pribadi dan nyata dalam hidup kami.
Pada pertengahan semester pertama, seorang teman sekuliah datang kepada saya dan bertanya, "Tahukah LeRoy, saya memperhatikan kamu. Kehidupan Kristenmu sungguh sangat berbeda dengan saya." Dan ia menanyakan beberapa pertanyaan sama seperti yang pernah saya tanyakan kepada Waldron setahun sebelumnya.
Saya tersenyum dan bertanya, "Yah, apakah Saudara membaca Alkitab secara teratur?"
"Tidak!"
"Apakah Saudara mempelajarinya?" Tidak, lagi.
"Apakah Saudara menghafalkan Firman Tuhan?" Tidak, ia juga tidak melakukannya.
"Apakah Saudara berdoa?" Masih tidak.
Saya menyarankan agar kami bertemu dan membicarakan hal-hal itu. Ia bergairah sekali. Maka kami mulai. Saya membagikan apa yang pernah dibagi Waldron kepada saya, dan teman itu mulai bertumbuh dalam kehidupan Kristen. Ia mulai menggali Alkitab, berdoa, dan bersaksi. Dan Roh Tuhan bekerja dengan sangat hebatnya dalam kehidupannya tahun itu.
Tahun berikutnya saya pindah ke universitas lain, dan kawan saya itu pindah ke universitas yang lain lagi. Beberapa bulan sesudah kuliah mulai, saya menerima surat dari dia yang menarik sekali. Ia telah menghadiri persekutuan Kristen di kampus, dan seorang kawannya datang kepadanya dan menanyakan tentang kehidupan Kristennya. Kelihatannya mahasiswa itu menemukan perbedaan, dan ia ingin mengetahui sebabnya. Maka bertanyalah kawan saya itu kepada temannya beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan pembacaan Alkitab, penyelidikan, hafalan, dan doa. Ia berminat melakukan hal-hal itu. Maka kawan saya itu mulai membagikan petunjuk-petunjuk dasar yang ia pernah pelajari dari saya dan yang pernah saya pelajari dari Waldron.
Sementara itu, seorang mahasiswa Kristen datang kepada saya di kampus universitas saya .... dan demikianlah seterusnya. Sudah banyak tahun sampai saat ini saya terlibat dalam monolog orang lain secara perorangan dalam kehidupan Kristen mereka. Dewasa ini terlihat di banyak gereja dan oleh orang banyak minat yang bertumbuh dalam melipatgandakan murid.
Beberapa tahun yang lalu saya bercakap-cakap dengan seorang Kristen muda yang bersemangat. "Bob," tanya saya, "hal apakah yang bagimu paling membawa sukacita dalam hidup ini?"
"Akh, LeRoy, mudah sekali," jawabnya. "Membimbing seseorang kepada Kristus."
Saya setuju dengannya. Setiap orang merasa bahagia pada waktu hal itu terjadi. Saudara bahagia, orang yang baru bertobat itu juga bahagia. Ada sukacita di dalam surga. "Tetapi," saya katakan kepada Bob, "ada sesuatu yang lebih menyenangkan daripada itu."
Dia heran. Apa yang lebih hebat daripada membawa seseorang kepada Kristus?
Saya melanjutkan. "Jika orang yang kau bawa kepada Kristus itu bertumbuh dan berkembang menjadi seorang murid yang mengabdikan diri kepada Tuhan, berbuah, menjadi dewasa, dan kemudian membimbing orang lain kepada Kristus dan menolong mereka melakukan hal yang sama."
"Aha!" serunya. "Saya belum pernah memikirkannya!"
Ia tidak pernah mendengar atau memikirkan hal itu, tetapi ia siap mulai menggunakan waktu untuk belajar, dan ia melakukannya. Dewasa ini banyak murid yang masak, menyerahkan diri, dan berbuah di dua benua oleh sebab pengaruh kehidupan Bob dan visinya untuk melipatgandakan murid.
Pada suatu waktu, seorang kawan sekuliah saya dan saya memberikan suatu loka karya penginjilan di sebuah Seminari. Lokakarya itu berlangsung selama tiga hari, untuk dua setengah jam setiap pertemuan, dan hadirin cukup banyak. Pokok kami mengenai "Pemuridan di Gereja Setempat."
Pada saat diskusi, seorang pendeta yang agak tua berbicara dan menceritakan pengalamannya dalam menjadikan murid diantara anggotanya di gereja. Ia telah memulai tiga tahun sebelumnya dan sekarang memiliki sekelompok orang yang setia yang dapat dipanggil sewaktu-waktu mereka diperlukan. Ia memulai dengan seorang; kemudian ia dan orang itu bekerja dengan dua orang lainnya yang sudah menyatakan minatnya. Proses pemuridan itu di teruskan, dan selang beberapa waktu keempat mereka mulai bertemu dengan empat orang lainnya. Pelayanan itu berlipat ganda sampai sekarang ia memiliki kelompok orang-orang yang mengabdi dan yang sungguh-sungguh kerohaniannya memenuhi syarat dalam pekerjaan gereja.
Pendeta tua itu mengatakan bahwa pelayanan ini lebih menguntungkan, memuaskan, dan menggairahkan daripada pelayanannya yang lain selama tigapuluh lima tahun. Sesudah semua itu dipaparkan, mata dari banyak mahasiswa seminari itu memancar dengan penuh gairah. Hampir-hampir mereka tidak tahan untuk menunggu-nunggu lagi untuk pergi ke tempat pelayanan mereka dan mulai melipatgandakan murid.
Yang sangat saya sukai tentang pelayanan melipatgandakan murid ialah bahwa hal itu berdasarkan Alkitab dan dapat dijalankan. Pertama, hal itu adalah cara Alkitabiah untuk menolong menaati Amanat Agung Kristus (Matius 28:18-20), dan untuk menolong melatih pekerja- pekerja (Matius 9:37,38) yang dewasa ini, seperti pada zaman Kristus, masih sedikit.
Kedua, saya telah menyaksikan pelaksanaannya dan hasilnya lebih dari duapuluh lima tahun. Ketika kami beberapa orang terlibat dalam pelayanan melipatgandakan murid dalam tahun 1950an, kami masih belum menyusun dan mengorganisasikannya dengan baik. Kami hanya menyebutnya "bekerja dengan beberapa orang." Tetapi sejak itu saya telah memperhatikan pendeta, ibu rumah tangga, utusan Injil, perawat, kontraktor bangunan, guru sekolah, dan pemilik toko terlibat dalam kehidupan beberapa orang itu. Saya telah melihat Tuhan memberkati usaha mereka dan melipatgandakan hidup mereka dalam Kristus ke dalam hidup orang lain.
Pada waktu Saudara mulai memakai waktu Saudara secara pribadi dengan orang Kristen lain dengan maksud membangun dalam kehidupannya --waktu bersama membaca Firman, berdoa, bersekutu, berlatih secara sistematik-- ada sesuatu yang terjadi dalam hidup Saudara juga. Biarlah kiranya Allah mengaruniakan kesabaran, kasih dan ketekunan pada waktu Saudara membagikan kehidupan yang telah diberiNya kepada Saudara dengan orang lain. 

Sumber>>>>>>>

Rabu, 01 Juni 2011

Memuliakan Kristus dengan Mata Hati yang Terang


Landasan Firman : Kis. 1:1-11; Mzm. 47; Ef. 1:15-23; Luk. 24:44-53

Seringkali umat Kristen terjebak dalam perdebatan teologis, seperti: apakah Kristus bangkit dengan tubuh atau RohNya. Hasilnya ada sebagian orang yang memilih di antara 2 pemahaman tersebut, yaitu mereka yang percaya kebangkitan Kristus dengan tubuhNya, dan ada juga yang percaya Kristus bangkit dengan RohNya saja. Demikian pula dengan masalah kenaikan Tuhan Yesus ke sorga. Sebagian besar menyatakan Kristus naik ke sorga dengan tubuhNya, dan sebagian lainnya percaya Kristus naik ke sorga dengan RohNya. Tentunya semua pemahaman teologis tersebut memiliki dasar dan alasan yang cukup kuat sehingga masing-masing pihak merasa mampu mempertanggungjawabkan dengan penuh keyakinan dan argumentasi yang dianggap alkitabiah. Tetapi apakah semua perdebatan atau percakapan tersebut mampu membawa umat atau setiap orang yang terlibat untuk mengalami “pencerahan” yang makin memperteguh iman dan kasihnya kepada Kristus? Perdebatan teologis seharusnya ditempatkan dalam kerangka dan upaya agar kehidupan spiritualitas kita terus-menerus diperkaya oleh kekayaan iman dan  kasih; sehingga kita mampu mengalami pembaharuan hidup yang telah dikerjakan secara sempurna oleh Kristus dalam kematianNya di atas kayu salib, yang kemudian diperteguh oleh kuasa kebangkitanNya serta Kristus yang telah dimuliakan Allah dalam kenaikanNya ke sorga. Ini berarti yang dimaksudkan dengan “pencerahan” dengan paradi
Sebelum Tuhan Yesus pergi meninggalkan para muridNya, Kristus terlebih dahulu menyatakan diri bahwa Dia sungguh-sungguh hidup: “Lihatlah tanganKu dan kakiKu; Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu” (Luk. 24:39). Iman para murid dan gereja perdana tidak didasarkan kepada kisah mitos tentang kebangkitan Kristus. Sebab kepercayaan para murid dan gereja perdana pada hakikatnya didasari oleh pengalaman iman yang faktual. Namun perlu diingat bahwa yang menentukan para murid dan gereja perdana yang akhirnya mereka dapat percaya atau mengimani Kristus yang bangkit bukan terjadi karena kekuatan manusiawi atau daya analitis teologis mereka.
Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Dia terlebih dahulu memberi pengajaran kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur”. Iman para murid dibentuk oleh pengajaran dari Kristus yang bangkit; sehingga mereka dimampukan untuk mengerti bahwa penderitaan, kematian dan kebangkitan serta kenaikan Kristus ke sorga ditempatkan dalam kerangka karya keselamatan Allah sebagaimana telah dinubuatkan oleh Musa, pemazmur dan para nabi. Seandainya peristiwa penderitaan, kematian dan kebangkitan serta kenaikan Kristus ke sorga tidak dinubuatkan terlebih dahulu oleh kitab-kitab Musa, kitab Mazmur dan kitab para nabi maka segala peristiwa tersebut sebenarnya tidak memiliki makna apapun sebab tidak menjadi bagian dari karya keselamatan Allah. Itu sebabnya di Luk. 24:45 menyaksikan, Tuhan Yesus membuka pikiran mereka: “Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci” (NKJV: “And He opened their understanding, that they might comprehend the Scriptures). Para murid dan gereja perdana dapat percaya karena Kristus yang bangkit telah memberikan pengajaran dan Dia pula telah membuka pikiran serta pengertian mereka sehingga mereka dapat mengerti makna firman Tuhan yang telah dinubuatkan oleh Kitab Suci.

Selaku umat percaya, pada saat ini kita juga membutuhkan karya Kristus yang “membuka dan menyingkapkan pikiran” sehingga kita dimampukan untuk mengerti makna kebenaran firman Tuhan. Sebab manakala pikiran dan pengertian kita tertutup oleh kebenaran kita sendiri, maka segala bentuk karya dan penyataan Allah yang paling spektakuler sekalipun tidak akan mampu membuat kita secara otomatis percaya dan mengalami pembaharuan hidup. Jadi tidak dijamin orang-orang yang telah mengalami peristiwa “mukjizat” atau “supernatural” senantiasa dapat lebih dekat dan mengasihi Kristus serta mengalami pembaharuan hidup. Demikian pula peristiwa penampakan Kristus yang bangkit atau kenaikanNya ke sorga tidak secara otomatis membuat orang-orang pada zaman itu menjadi lebih percaya dan hidup dalam pertobatan. Apabila mereka memiliki paradigma teologis bahwa tubuh Kristus saat Dia menjadi manusia sebagai suatu esensi yang kotor atau berdosa (misalnya karena pengaruh filsafat “neo-platonisme”), maka pastilah mereka tidak akan menerima kemungkinan peristiwa kebangkitan dan kenaikan Kristus dengan tubuh jasmaniahNya. Sehingga tidak mengherankan dalam perkembangan sejarah kekristenan kemudian berkembang pula golongan “Gnostik” yang intinya menolak kebangkitan dan kenaikan Kristus ke sorga dengan tubuhNya. Yang mana pemikiran dari golongan Gnostik tersebut kemudian menjadi berbagai sekte Kristen yang berkembang di Mekkah dan Medinah sekitar abad VI-VII M. Sumber-sumber dari kelompok sekte dengan “injil apokrif” inilah yang tampaknya diambil alih tetapi juga beberapa bagian dari pemikiran “injil apokrif” dikritisi dalam pemikiran teologis Islam. Itu sebabnya muncul berbagai versi mengenai peristiwa kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus. Masing-masing versi tersebut menganggap pandangan teologisnya sebagai yang paling benar. Setiap kelompok dengan versinya memiliki alasan atau argumentasi teologisnya. Jadi tanpa dibukakan dan disingkapkan oleh Kristus sendiri sebagai sumber kebenaran, maka kita akan menjadi orang-orang buta yang menganggap dirinya paling benar dengan apa yang kita yakini. Seperti 5 orang buta yang memegang seekor gajah dan memberikan tafsirannya masing-masing: ada yang menganggap gajah sebagai hewan dengan bentuk kipas karena dia memegang telinganya, ada yang menganggap gajah seperti ular besar karena dia memegang belalainya, ada yang menganggap gajah seperti pohon karena dia memegang kakinya, ada yang menganggap gajah seperti pedang yang melengkung karena dia memegang gadingnya, dan ada yang menganggap gajah seperti kemucing (alat pembersih dari bulu) karena dia memegang ekornya.

Apabila di Injil Lukas menyaksikan tindakan Tuhan Yesus yang “membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci” (Luk. 24:45), maka rasul Paulus mendoakan jemaat Tuhan demikian dengan gagasan yang hampir serupa, yaitu: “supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus”. Doa rasul Paulus adalah agar setiap jemaat Tuhan dikaruniakan 3 hal yang utama agar mereka dapat mengenal kemuliaan Kristus yang telah bangkit dan naik ke sorga, yaitu:

- Roh hikmat (pneuma sophias): yang menunjuk kepada karunia Allah yang memampukan manusia untuk mengerti rahasia dan kehendak Allah tentang jati-diri Kristus sebab rahasia dan kehendak Allah yang dinyatakan di dalam diri Kristus melampaui kemampuan pikiran dan kehendak manusia. Sebab pikiran dan akal budi manusiawi tidaklah mungkin dapat menjangkau rahasia Kristus yang ilahi dan mulia serta yang ditentukan oleh Allah sebagai penguasa hidup umat manusia.

- Wahyu (apokalupsis): dalam pemahaman iman Kristen, kebenaran ilahi bukan ditentukan sebagai upaya dan prestasi rohani manusia; tetapi kebenaran ilahi ditentukan oleh kesediaan Allah menyingkapan diriNya. Sehingga dengan penyingkapan diri Allah tersebut, manusia diperkenankan untuk mengenal rahasia dan kemuliaan Allah berdasarkan kasih-karuniaNya. Jadi tanpa anugerah berupa wahyu Allah, manusia tidak mungkin dapat mengenal Kristus dan percaya kepadaNya.

- Mata hati yang terang (pephotismenous tous ophthalmous tes kardias): suatu ungkapan dengan tekanan makna kepada sikap hati manusia. Sebab makna “hati” dalam pemikiran teologia umat Israel menentukan seluruh orientasi dan tujuan hidup manusia serta menentukan pula keputusan etis sebagai prinsip-prinsip nilai yang menentukan kualitas hidup. Namun manakala hati tersebut belum memperoleh “penerangan” atau “pencerahan” dari Allah, maka “hati” juga dapat membawa manusia kepada sikap yang memberontak dan melawan kehendak Allah. Itu sebabnya muncul ungkapan “hati yang keras” atau mengeraskan hati seperti yang dilakukan oleh Firaun. Walaupun Firaun telah melihat begitu banyak mukjizat Allah namun dia tetap mengeraskan hati (Kel. 8:19), sehingga Allah kemudian menghukumnya.

Ketiga pola tersebut di atas pada prinsipnya saling melengkapi dan mempengaruhi kehidupan umat percaya. Apabila umat percaya diberi karunia berupa roh hikmat dan wahyu dari Tuhan, maka pastilah mereka akan memiliki mata hati yang terang untuk merespon penyataan Allah dalam Kristus. Sebaliknya apabila spiritualitas mereka makin terbuka karena mereka telah memiliki mata hati yang terang, maka pastilah mereka akan mudah menyerap dan memahami secara tepat roh hikmat dan wahyu dari Tuhan. Jadi pola karunia roh hikmat dan wahyu serta mata hati yang terang merupakan kekayaan rohani yang dianugerahkan Allah dan selalu bersifat dinamis, sehingga setiap orang percaya dimampukan untuk mengalami suatu proses pertumbuhan yang semakin dalam terhadap Kristus. Sehingga apabila spiritualitas kita makin dipenuhi oleh roh hikmat dan wahyu serta mata hati yang terang, maka kita akan dimampukan untuk lebih mempermuliakan Allah dalam setiap aspek kehidupan kita. Justru dalam realita kehidupan kita sering gagal untuk mempermuliakan Allah di dalam Kristus, sebab ibadah dan spiritualitas kita sering dipenuhi oleh roh duniawi dan kehendak manusiawi serta mata hati yang suram oleh karena berbagai permasalahan atau tekanan kehidupan. Akibatnya kita mudah bersikap pesimistis dengan hati yang suram apabila kita menghadapi berbagai hal yang mengecewakan atau hal-hal yang menyedihkan hati kita. Dalam sikap demikian kita sering jatuh dalam sikap putus-asa dan tidak lagi memiliki pengharapan apapun terhadap pertolongan Tuhan. Itu sebabnya di Ef. 1:18 rasul Paulus berkata: “Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus”. Dalam konteks ini secara sengaja rasul Paulus mengkaitkan spiritualitas “mata hati yang terang” dengan sikap pengharapan. Sebab tanpa karunia Tuhan berupa mata hati yang terang sebagai hasil dari roh hikmat dan wahyu, maka pastilah kita akan dikuasai oleh perasaan putus-asa atau tanpa pengharapan. Bandingkan pula pengertian “mata” sebagai cermin “hati” atau spiritulitas dan kepribadian kita, yaitu: “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu” (Mat. 6:22-23).

Namun makna dari “melihat dengan mata hati yang terang” saat Kristus dipermuliakan dan naik ke sorga, bukanlah sekedar perasaan kagum dan terpesona. Ketika kita mengagumi atau terpesona dengan sesuatu hal umumnya wajah kita juga berseri-seri atau mata kita berbinar-binar. Pada saat para murid menyaksikan Tuhan Yesus yang terangkat ke sorga dan awan kemudian menutupiNya, mereka terus menatap ke langit. Mereka terpesona menyaksikan Kristus yang dimuliakan oleh Allah dengan mengangkat Dia ke sorga. Sikap para murid Tuhan Yesus tersebut sering menjadi cermin bagi banyak orang Kristen yang hanya terkagum-kagum oleh pengalaman “adikodrati” dan hal-hal yang menakjubkan tetapi mereka melalaikan tugas atau tanggungjawabnya di dunia ini. Mata mereka mungkin berbinar-binar saat mereka melihat berbagai hal yang langka dan menakjubkan tentang kehidupan “sorgawi”; tetapi mata hati mereka segera menjadi redup atau suram saat mereka harus berhadapan dengan realitas hidup yang keras dan pahit. Kis. 1:10-11 berkata: “Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga". Para malaikat menegur sikap para murid Tuhan Yesus agar mata mereka tidak terus-menerus tertuju untuk menatap langit; tetapi mereka diingatkan untuk kembali ke dunia realitas mereka dan melakukan tugas panggilan sambil menantikan kedatangan Kristus kembali. Jadi makna “mempermuliakan Kristus dengan mata hati yang terang” bukanlah dengan cara melarikan diri (escaping) ke realitas “sorgawi” atau “dunia rohani”; tetapi justru kita harus berani menghadapi realiatas faktual namun dengan perspektif yang baru yaitu pembaharuan hidup oleh kuasa Roh Kudus. Itu sebabnya sebelum Kristus naik ke sorga, Tuhan Yesus berkata: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kis. 1:8).

Jika para murid Tuhan Yesus dan gereja perdana dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dengan kuasa Roh Kudus, maka demikian pula kehidupan kita selaku umat percaya pada masa kini. Pembaharuan hidup sebagai buah dari Roh Kudus haruslah kita wujudkan dalam suatu kesaksian yang nyata kepada orang-orang di sekitar kita. Dalam hal ini kita tidak mempermuliakan Allah dengan cara memberi “kesaksian-kesaksian rohaniah” yang serba menakjubkan atau betapa intimnya kita dengan Kristus sehingga kita dapat berbicara dan berjumpa secara eksklusif dengan Dia. Jenis kesaksian yang demikian patut diragukan kebenarannya, karena “ujung-ujungnya” kesaksian tersebut bertujuan untuk mempermuliakan diri sendiri dan mencari popularitas dengan simbol-simbol pengalaman religius. Sebab dengan kesaksian yang menakjubkan itu, sebenarnya mereka mau mengatakan bahwa betapa penting dan istimewanya diri mereka sehingga mereka diperkenankan oleh Tuhan untuk melihat realitas “sorga” dan dapat mendengar suara Tuhan secara langsung. Tidaklah demikian sikap kita selaku jemaat Tuhan yang dewasa dan bertanggungjawab. Sebab makna dari tindakan mempermuliakan Allah perlu kita wujudkan dalam pembaharuan hidup, yaitu dengan cara menghadirkan kemuliaan Kristus melalui kejujuran yaitu integritas diri, kerajinan dalam bekerja, kesopanan dalam bertingkah laku, kepedulian dalam kasih kepada mereka yang menderita serta pengampunan kita kepada mereka yang bersalah. Manakala kita mempermuliakan Allah dan Kristus dengan pembaharuan hidup, maka pastilah kita telah mempermuliakan Dia dengan mata hati yang terang. Dengan spiritualitas yang demikian, kita akan terus diperkaya oleh Tuhan dengan roh hikmat dan wahyuNya sehingga mata hati kita akan makin dipertajam dan jeli untuk membedakan kehendak Allah dengan kehendak manusiawi; antara kepentingan Kristus dengan kepentingan diri sendiri sendiri; membedakan kebenaran dengan kebatilan. Jika demikian, bagaimanakah pola kita untuk mempermuliakan Allah dan Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari? Apakah kita lebih cenderung menatap “ke atas” (dunia “rohaniah”) dan tidak peduli dengan tanggungjawab yang riel? Apakah kesaksian kita didasari oleh pembaharuan hidup atau sekedar kita fasih untuk beradu argumentasi yang sifatnya kognitif? Jadi apakah kehidupan kita saat ini telah mencerminkan kemuliaan Kristus yang telah bangkit dan naik ke sorga? Amin.

gma baru berkaitan dengan proses pembaharuan hidup, sehingga setiap orang percaya mampu melihat realitas kehidupan ini dengan lensa iman dan kasih kepada Allah dan sesama. Karena betapa sering kita hanya dapat membaca atau melihat realitas kehidupan ini dengan mata inderawi atau sekedar fisik belaka sehingga kita sering gagal memberikan tafsiran dan kesimpulan yang lahir dari sikap iman dan kasih. Tafsiran atau sudut pandang atas realitas hidup yang tidak didasari oleh iman dan kasih kepada Kristus yang telah wafat dan dimuliakan oleh Allah ke sorga hanyalah akan melahirkan suatu tafsiran yang sangat dangkal dan simplistik, bahkan menyimpang dari apa yang dimaksudkan oleh firman Tuhan.


source--->http://yohanesbm.com/index.php?option=com_content&task=view&id=266&Itemid=26

Comments

Pencarian

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates